No Result
View All Result
  • Login
Pustaka Bambu
  • Home
  • Esai
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Liputan
    • Berita
    • Feature
  • Opini
  • Komunitas
  • Kontak Kami
  • Home
  • Esai
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Liputan
    • Berita
    • Feature
  • Opini
  • Komunitas
  • Kontak Kami
No Result
View All Result
Pustaka Bambu
No Result
View All Result

Tentang Suporter “Kampungan” di Transisi Sepakbola Modern

Andri Atagoran by Andri Atagoran
in Esai
A A
0
Tentang Suporter “Kampungan” di Transisi Sepakbola Modern

Foto : 𝘔𝘪𝘴𝘵𝘦𝘳 𝘋𝘦𝘰 𝘗𝘩𝘰𝘵𝘰 (El'wuran Adyoz)

Gol tendangan geledek Ade Nene pada menit ke 93 masa injuri time, mengubah kedudukan menjadi 2-1 untuk keunggulan Perseftim (Flores Timur) saat laga pamungkas penyisihan Group A melawan Persematim (Manggarai Timur) di Gelora 99 Desa Pada, Lembata, Rabu, 14 September 2022 sore.

Perseftim yang mampu 𝘤𝘰𝘮𝘦𝘣𝘢𝘤𝘬 setelah tertinggal 0-1 di babak pertama memastikan diri lolos ke babak enam belas besar El Tari Memorial Cup (ETMC) 2022. Kampiun perdana turnamen akbar sepakbola NTT yang digelar sejak 1969 ini mendampingi Persami Maumere yang telah lebih dahulu memastikan diri lolos, meski kalah dari juara bertahan PS Malaka 1 – 2 pada pertandingan sebelumnya.

Namun sayang, kemenangan Perseftim ini diwarnai beberapa insiden mulai dari perseteruan antar pemain di mulut gawang Persematim pada menit akhir babak kedua, hingga aksi lempar botol air mineral oleh suporter Perseftim dari tribun utama ke bench Official Persematim.

Laga yang harusnya penuh daya tarik bagi penggila sepakbola NTT ini, seketika berubah menjadi cemoohan dan umpatan atas ulah sekelompok orang yang ditengarai merupakan suporter Perseftim. Aksi-aksi bola pendek yang ciamik dan umpan-umpan 𝘤𝘳𝘰𝘴𝘴𝘪𝘯𝘨 matang para jenderal lapangan tengah anak-anak Flores Timur ini, seketika hilang ditelan cemoohan yang cenderung bernada satire untuk suporter Laskar Perseftim.

Diksi suporter “kampungan” yang jadi 𝘵𝘳𝘦𝘯𝘥𝘪𝘯𝘨 𝘵𝘰𝘱𝘪𝘤 di jagat maya sepakbola NTT ini cukup menyakitkan ketika diarahkan untuk siapa pun, termasuk suporter Perseftim. Tapi itulah sepakbola dan media sosial. Suporter yang garang di tribun penonton dunia nyata, tidak berdaya ketika menghadapi gempuran maha dasyat di dunia maya.

Ini merupakan sebuah konsekuensi logis dari niat tulus memberi dukungan yang total untuk tim kesayangan saat berlaga di lapangan hijau. Di sisi lain, ini juga merupakan sebuah konsekuensi logis dari sebuah situasi transisi menuju sepakbola modern.

Terakhir beredar kabar kiper Persematim Manggarai Timur menjadi korban amuk massa “pukul curi” atau “pukul totok” saat gol Ade Nene tercipta. Satu di antaranya dilakukan oleh oknum penonton yang berbaju putih bercelana panjang hitam yang terekam kamera.

Balik lagi ke situasi sepakbola yang menurut Abdur, sang komika hebat asal NTT, sebagai sepakbola “kaco bubar” ini. Kita semua tentu tidak menginginkan situasi seperti ini, termasuk suporter Perseftim. Semangat yang menggebu-gebu di lapangan ini yang membawa seseorang pada situasi sepakbola yang menakutkan atau anarkis.

Transformasi sepakbola modern yang diinginkan semua orang itu selayaknya di Inggris, negeri asal olahraga terpopuler di dunia ini. Inggris pada tahun 1994, melalui revisi aturan 𝘚𝘢𝘧𝘦𝘵𝘺 𝘰𝘧 𝘚𝘱𝘰𝘳𝘵𝘴 𝘎𝘳𝘰𝘶𝘯𝘥 𝘈𝘤𝘵 1975, menerapkan tribun penonton 𝘢𝘭𝘭-𝘴𝘦𝘢𝘵𝘦𝘳 atau seluruh tribun harus memiliki kursi, sejak tragedi Hillsborough pada 1989 saat pertandingan semi final Piala FA yang mempertemukan Liverpool dan Nottingham Forest.

Aturan pagar pembatas tribun dan lapangan yang lebih rendah diberlakukan oleh otoritas sepakbola Inggris setelah tragedi kebakaran di Stadion Valley Parade pada 1985. Kejadian naas ini memakan korban jiwa 56 orang dan 265 lainnya mengalami luka-luka. Perlahan namun pasti suporter sepakbola di Inggris semakin tertib dan akrab dengan kursi penonton yang sangat dekat dengan lapangan hijau.

Namun hingga saat ini insiden atau aksi lempar botol pun masih terjadi, sesekali diselingi umpatan rasis. Kita juga masih menyaksikan aksi hooligan – julukan suporter Timnas Inggris yang sering merusak infrastruktur dan menyerang suporter lain di luar stadion – saat pertandingan Timnas Inggris melawan timnas negara lain.

Namun, seluruh stadion dua divisi teratas liga Inggris hampir tidak ada batas antara penonton dan pemain jika tidak ada papan reklame digital. Karena para pembuat kebijakan sadar bahwa seekstrim apa pun suporter fanatik setiap klub di Liga Inggris mereka akan berubah menjadi tidak anarkis seiring berjalannya waktu.

Kenapa demikian? karena semua prasyarat sepakbola yang ideal sudah dipenuhi oleh Inggris yang mendapat gelar liga terbaik di dunia ini. Pemain sepakbola yang profesional, kepemimpinan wasit yang profesional, penonton yang semakin tidak anarkis dan didukung oleh infrastruktur stadion sepakbola yang memadai.

Berbeda dengan Liga Inggris, di sisi lain ada Serie A Liga Italia, Bundes Liga Jerman dan La Liga Spanyol. Tiga liga ini juga rata-rata memiliki suporter fanatik yang cenderung anarkis. Di Italia kita kenal dengan sebutan Ultras.

Ultras selalu memberikan warna dan atmosfer yang berbeda dalam sepakbola seperti menyanyikan chant dan melakukan koreografi dan selebrasi massal di tribun. Namun ultras yang berada di kota besar juga identik dengan aksi kekerasan dalam sepakbola.

Page 1 of 2
12Next
ShareTweetShare

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Tentang Suporter “Kampungan” di Transisi Sepakbola Modern
Esai

Tentang Suporter “Kampungan” di Transisi Sepakbola Modern

Gol tendangan geledek Ade Nene pada menit ke 93 masa injuri time, mengubah kedudukan menjadi 2-1 untuk keunggulan Perseftim (Flores...

Read more
Esai

Keutuhan dan Warna Lokal Mengantar Benih Padi Terakhir ke Ladang karya Silvester Petara Hurit – Kritik Sastra

Secara umum kita memahami karya sastra sebagai sebuah dunia baru yang diciptakan oleh pengarang. Dalam dunia baru ini, pengarang menggunakan...

Read more
Fidel Castro yang Mengagumi Ernest Hemingway dan Perjumpaan yang Remeh
Esai

Fidel Castro yang Mengagumi Ernest Hemingway dan Perjumpaan yang Remeh

Ernest Hemingway, raksasa sastra dunia berkebangsaan Amerika Serikat, pernah tinggal di negara Kuba selama dua dekade di sebuah perkebunan yang...

Read more
Di Hadapan Mesin ATM, Kecemasan Kita Berbeda
Esai

Di Hadapan Mesin ATM, Kecemasan Kita Berbeda

Gerai ATM memang bukan sekadar mesin uang. Ada tersimpan harapan sekaligus kecemasan di dalamnya. Keduanya berbeda dimensinya dalam diri setiap...

Read more
Cerpen

Kosmas Rangkuti

Setiap hari sepulang sekolah, selepas makan siang, ia keluar lewat jendela dapur dan langsung berada di bawah pohon nangka di...

Read more
Esai

Belajar dari Pramoedya

Filsuf berkebangsaan Perancis, Rene Descartes, mewariskan pemikirannya yang terkenal, cogito ergo sum: “saya berpikir, maka saya ada.” Apa maksudnya? Rene...

Read more
Instagram Facebook Youtube Twitter Pinterest

Alamat Kami

Pustaka Bambu

Dusun Epubele, Desa Horowura, Kecamatan Adonara Tengah, Kabupaten Flores Timur, NTT.
E-mail : pustakabambu@gmail.com

© 2022 - Komunitas Pustaka Bambu

No Result
View All Result
  • Home
  • Esai
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Liputan
    • Berita
    • Feature
  • Opini
  • Komunitas
  • Kontak Kami

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In